COFFEE, A GIFT FOR EVERYONE Edit
Seperti yang kita ketahui dalam sejarah bangsa ini. Kopi sebagai tanaman perkebunan, didatangkan dari luar negeri melalui tanam paksa. Jika dihitung dengan angka. Kopi di tanah air kita sudah berumur 350 tahunan. Menemani hiruk pikuk cerita di negeri ini. Menjadi saksi dari cucuran darah, keringat dan air mata sepanjang zaman negeri ini berdiri.
Jika kita pernah berkunjung di sentra-sentra kopi. Di tempat saya misalnya. Jika ada para tetua yang masih hidup. Mereka pasti akan bercerita saat pabrik-pabrik kopi berdiri dan beroperasi. Saat-saat kejayaan kebun-kebun kopi yang dikelola dengan baik. Meski ditangan-tangan VOC, kolonial belanda, yang kita sebut "Penjajah".
Dulu, kopi di desa penghasil biji kopi hampir tidak ada harganya. Hasil panen kopi akan diserahkan kepada pabrik. Pekerta kopi yang kebanyakan rakyat yang bekerja sebagai buruh tani. Hampir tidak pernah merasakan kopi. Sehingga munculah kearifan lokal yang menjadi penanda disuatu wilayah. Di wilayah kami, ada yang namanya kopi bacem. Yakni kulit kopi yang biasanya dibuang, difermentasi / dibacem dalam air hingga beberapa saat. Kemudian dijemur dan disangrai. Untuk selanjutnya diseduh dan dinikmati sebagai kopi. Atau juga kopi JITU. Kopi siji (satu) campurannya pitu (tujuh). Yang komposisinya biasanya, kopi 1 bagian campurannya yang 7 bagian adalah karak / nasi aking/ sisa nasi yang dikeringkan atau juga biji jagung, atau beras.
Lepas perang kemerdekaan, kebun kopi menjadi milik rakyat. Jika wilayah tersebut bukan sentra pabrik kopi besar / PTPN. Maka perdagangan kopi akan suram dan meredup. Saat tahun 80an, kopi hampir tidak memiliki harga secara rupiah. Namun memiliki value atau nilai secara sosial.
Nenek moyang kami menyimpan biji kopi sebagai harta pusaka. Kopi akan disajikan di acara upacara keagamaan, upacara pernikahan, khitanan, kelahiran hingga kematian. Biji kopi juga dibawa sebagai oleh-oleh sanak family ketika datang berkunjung. Entah sekedar silaturahim, mengunjungi sanak yang sedang memiliki hajat. Pun, ketika family sedang tertimpa musibah.
Hampir semua lumbung di rumah menyimpan kopi. Jika sedang tidak memiliki biji kopi beras. Bisa meminjam ke tetangga atau family saat kebutuhan menadak. Yang nanti akan dikembalikan saat biji kopi beras di rumah sudah tersedia.
Tradisi ini berlangsung hingga generasi orang tua kami. Dan berakir sejak zaman menyebut dirinya "milenial". Mungkin membawa biji kopi kesana kemari terdengar sulit. Nah, kami sendiri memiliki aneka gift pack kopi untuk melestarikan tradisi ini. Dengan bentuk dan kemasan yang lebih menarik. tentu, dengan citarasa dan penampilan yang lebih istimewa.
Beberapa kolega kami membuat parcel, yang salah satu isinya adalah bubuk kopi. Begitu juga dengan hantaran lebaran, seserahan pernikahan. atau sekedar kado untuk merayakan hangatnya persahabatan. Melalui pasang surut hidup. Melewati riak gelombang dan hantaman badai. Tanpa terasa, kopi selalu hadir dalam keseharian kita. Semoga lestari hingga anak cucu nanti.